BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 17 November 2009

Katakan Cinta dengan Bunga Anggrek


Bunga anggrek kasut atau dalam nama Latin, Paphiopedilum victoria regina menjadi Juara Kontes Anggrek Jakarta Orchid Festival 2006 di Jakarta, Selasa (14/2). Anggrek spesies langka asal Sumatera Barat itu merebut gelar Best Spesies dan Best Show.

PADA Hari Valentine, bunga kerap menjadi simbol ungkapan kasih sayang. Pada hari kasih sayang itu, bunga mawar biasanya laris bukan kepalang. Jika ada nasihat berbunyi: katakan cinta dengan bunga, mestinya bunga tidak hanya diartikan mawar bukan?

Bunga anggrek seperti halnya mawar, juga mempunyai warna dan kelopak yang menarik. Tetapi mungkin orang telanjur mengenalnya dalam ukuran dan warna tertentu saja. Padahal spesies anggrek jumlahnya sangat banyak dan bervariasi. Indonesia adalah salah satu negara yang amat kaya bunga anggrek atau orchid ini.

Ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Demikian pula yang terjadi pada bunga anggrek di mata masyarakat awam. Di atas kertas, Indonesia seharusnya menjadi pemeran utama dalam kancah anggrek dunia. Tetapi hingga kini, Indonesia hanya menjadi penonton saja. Ironisnya, Indonesia justru kalah dengan Thailand atau bahkan Singapura yang variasi spesies anggreknya ter- golong minim.

"Orang kita cenderung tidak mau tahu. Sayang sekali negara kita yang kaya justru belajar anggrek dari negara-negara lain. Lucunya kita malah sering mengimpor anggrek silangan dari negara-negara lain, padahal spesiesnya banyak di sini. Tetapi itu akibat banyak penggemar anggrek tidak terdorong berorganisasi, meskipun banyak manfaatnya," ujar Ketua Perhimpunan Anggrek Indonesia Cabang Jakarta, Ennie Satoto di Jakarta, Selasa (14/2).

Anggrek Alam

Bicara soal anggrek, sebenarnya hutan-hutan di seluruh Indonesia merupakan penyumbang bahan baku anggrek spesies atau anggrek alam terbesar. Kekayaan spesies anggrek di Indonesia itu patut menjadi kebanggaan bangsa. Itulah sebabnya Perhimpunan Anggrek Indonesia menggelar Jakarta Orchid Festival 2006 di Taman Anggrek Indonesia Permai, Jl Taman Mini, Jakarta Timur pada 15 -28 Februari 2006.

"Indonesia sangat kaya anggrek spesies terutama dendrobium. Repotnya, anggrek-anggrek itu terancam punah akibat ulah penjarah hutan. Itulah sebabnya, kami memilih tema 'Selamatkan Anggrek Spesies Indonesia' untuk ajang Jakarta Orchid Festival," kata Ennie.

Menurut dia, banyak spesies anggrek di Indonesia yang sudah hampir punah atau bahkan sudah benar-benar punah. Tetapi hingga saat ini, tindakan nyata untuk mengatasi persoalan itu nyaris tidak ada. Penjarah leluasa mencuri anggrek-anggrek spesies yang ada di hutan-hutan tanpa dikenai sanksi. Yang makin memprihatinkan, ulah itu malah ditiru penduduk setempat.

"Menemukan anggrek spesies atau anggrek alam itu sangat sukar. Dari bentuk, warna dan ukuran saja tidak cukup. Rata- rata mereka punya bentuk daun yang mirip. Kita bisa membedakan anggrek spesies jika ada bunganya. Itu parameter yang pasti," tuturnya.

Seorang aktivis dari LSM Pecinta Anggrek Spesies Indonesia mengaku sangat khawatir dengan kecenderungan tersebut. Belakangan ini, banyak orang seperti berlomba-lomba menguras kekayaan anggrek di hutan-hutan Indonesia. Tanpa menggalang kekuatan, aksi penjarahan itu dipastikan akan terus berlangsung.

"Mereka mengambil langsung dari habitatnya, karena nilai jual yang sangat tinggi. Saat ini, jenis langka harganya mencapai Rp 2 juta per pohon. Bahkan ada spesies yang Rp 5 juta per pohon. Nilai itu sangat menggiurkan bagi pencuri," tambahnya.

Sehubungan hal itu, Direktur Program Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati)Dr Anida Haryatmo mengatakan kekayaan hati di Indonesia memang terancam punah. Untuk bunga anggrek, hutan-hutan di beberapa daerah sudah diketahui kristis.

Di hutan Kalimantan Timur, anggrek hitam atau Coeloegyne pandurata sudah mulai sukar ditemukan. Demikian pula, anggrek asal hutan Kalimantan Barat seperti paraphalaenopsis, anggrek kantong semar, anggrek belang, dan anggrek singkawang. Di Gunung Merapi, sebanyak 33 spesies dari 53 spesies diperkirakan hilang. Sementara di Papua, sebanyak 26 spesies sudah dinyatakan punah.

Menurut Anida, kepunahan anggrek alam disebabkan oleh kerusakan ekosistem dan eksploitasi hutan. Sementara ekspor anggrek ilegal masih terus berlangsung.

Kegiatan itu terjadi sekalipun ada larangan ekspor seluruh anggrek nonhibrida. Di sisi lain, impor anggrek hibrida dari luar negeri justru semakin gencar.

Kekhawatiran terhadap perdagangan anggrek ilegal juga diakui Kepala Departemen Organisasi Pendidikan & Latihan PAI Cabang Jakarta Frankie Handoyo. Motif penjarahan anggrek hutan Indonesia adalah murni ekonomi. Perdagangan ilegal tersebut untuk memasok kebutuhan di luar negeri. Mereka kerap melakukan perkawinan silang dengan anggrek spesies dari Indonesia.

"Modusnya macam-macam, ada yang lewat Batam lalu ke Singapura dan Malaysia. Ada yang lewat Kalimantan lalu masuk Malaysia. Masuk Singapura tergolong gampang, apalagi mereka bukan negara agraris yang peduli pelestarian hayati. Kalau misalnya harga satu pohon saja sekitar US$ 10, bayangkan jika seorang pedagang bisa memasok hingga dua sampai tiga ribu pohon," tuturnya.

Tingkatkan Sosialisasi

Kesadaran masyarakat memiliki kekayaan anggrek di Indonesia diakui memang masih lemah. Namun di sisi lain, banyak penggemar anggrek yang masih enggan berorganisasi. Hal itu diperburuk lagi oleh minimnya pakar-pakar anggrek di Indonesia. Bahkan untuk penamaan anggrek alam yang ditemukan di hutan Indonesia, prosesnya masih melibatkan asing.

"Sejak tahun 1900 sampai sekarang, belum pernah ada deskripsi anggrek yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri. Padahal, kalau hanya soal bahasa Latin mestinya mudah, tapi kelihatannya kok malah sulit. Padahal kalau di luar negeri, orang berlomba-lomba menamakan anggrek spesies," papar Frankie.

Banyak penggemar anggrek yang masih sukar menemukan ahli yang dapat menamakan anggrek spesies atau memberikan deskripsi teknis. Jika di kalangan ahli botani saja, sumber daya manusianya masih minim, apalagi wawasan masyarakat umum. Tak heran, kekayaan spesies dan keindahan anggrek belum menarik perhatian masyarakat.

Barangkali pantas dicoba ide Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam diskusi panel. Indonesia perlu sosok atau profil tertentu sebagai "Duta Anggrek". Sang duta yang mestinya juga cantik nan molek itu akan melulu bicara anggrek kapan pun dan di mana pun. Hingga suatu hari kelak orang akan bicara, "Katakan Cinta dengan Anggrek!"

Sumber Artikel : Suara Pembaruan 15/02/2006

0 komentar: